P.J.M Soekarno saat memimpin Komando |
Masa Revolusi merupakan masa penuh
kenangan. Terkadang kita terhanyut dengan ketegangan yang begitu
mencekam, namun dilain waktu kita terkadang harus terawa lepas mengenang
peristiwa dimasa Revolusi. Tapi yang jelas masa Revolusi merupakan
sejarah emas dimana setiap anak bangsa berusaha memberikan bukti
kecintaan dan perjuangannya untuk negeri tercinta.
Bung Karno sendiri selaku simbol
pemersatu bangsa dan sekaligus Presiden RI waktu itu tak jarang menerima
berbagai kalangan yang ingin mewujudkan kecintaannya pada negeri ini
atau kecintaan dan tanda penghormatan kepada Presiden Soekarno secara
pribadi. Kisah dibawah ini hanya serpihan kecil dari berbagai kisah di
jaman Revolusi. Sebagai seorang Presiden tak heran bila Bung Karno
memiliki seorang Sekretaris, salah satunya berasal dari pulau Tello.
Pulau cantik yang terletak di Kepulauan Nias Selatan. Ia, suatu hari di tahun 1948, berpamitan kepada Bung Karno untuk bergabung dengan para gerilyawan, masuk hutan, membaur dengan rakyat, dan bertempur melawan agresor Belanda yang mencoba merampas kemerdekaan kita.Bung Karno tak dapat menolak, maka ia pun melepas sang sekretaris memanggul senjata, bergabung dengan gerilyawan di bawah komando pusat Panglima Perang Jenderal Soedirman. Para gerilyawan yang gagah berani, memang tidak hanya didominasi kaum laki-laki, tetapi juga menyeret kaum perempuan, tanpa paksaan. Mereka mengganti perhiasan dengan selempang peluru dan senapan yang mengkilat.
Pulau cantik yang terletak di Kepulauan Nias Selatan. Ia, suatu hari di tahun 1948, berpamitan kepada Bung Karno untuk bergabung dengan para gerilyawan, masuk hutan, membaur dengan rakyat, dan bertempur melawan agresor Belanda yang mencoba merampas kemerdekaan kita.Bung Karno tak dapat menolak, maka ia pun melepas sang sekretaris memanggul senjata, bergabung dengan gerilyawan di bawah komando pusat Panglima Perang Jenderal Soedirman. Para gerilyawan yang gagah berani, memang tidak hanya didominasi kaum laki-laki, tetapi juga menyeret kaum perempuan, tanpa paksaan. Mereka mengganti perhiasan dengan selempang peluru dan senapan yang mengkilat.
Bung Karno sendiri tidak pernah putus
berkomunikasi dengan para gerilyawan. Terlebih, pada masa-masa tahun
1948 (sebelum peristiwa penangkapan Bung Karno oleh Belanda), Bung Karno
dan keluarga hampir tiap hari melakukan perjalanan ke Madiun untuk
sekadar mengelabui tentara Belanda. Di sisi lain, gerilyawan sudah
menjadi momok bagi tentara Belanda. Apalagi, perlawanan gigih tentara
kita, telah mengundang reaksi dunia. Dunia mengecam Belanda.
Tibalah pada satu peristiwa yang tak
pernah dilupakan Bung Karno. Dan itu, termasuk yang disinggung di dalam
buku biografinya yang ditulis Cindy Adams.
Peristiwa di saat eks sekretaris asal Pulau Tello yang cantik itu datang khusus menemui Bung Karno membawa keranjang. Hal itu memancing rasa ingin tahu Bung Karno, “Apa isi keranjang itu?”
Peristiwa di saat eks sekretaris asal Pulau Tello yang cantik itu datang khusus menemui Bung Karno membawa keranjang. Hal itu memancing rasa ingin tahu Bung Karno, “Apa isi keranjang itu?”
“Bapak betul-betul mau melihatnya?” tanyanya.
“Ya, mengapa tidak.”
Gadis gerilyawan asal Pulau Tello itu pun
membuka keranjang, dan menggelindingkan kepala seorang Belanda yang
masih berdarah. Kepala bergulir hingga ke dekat kaki Bung Karno. “Inilah
tanda kemenangan saya yang pertama, Pak,” teriaknya dengan riang,
“oleh-oleh untuk Bapak.”
Terkesiap Bung Karno… darah berdesir cepat, “Bawa keluar!!!” teriak Bung Karno. “Bawa keluar!!!”
Posted By : Nasionalisme Soekarno
Tidak ada komentar:
Posting Komentar