President Soekarno & Naoko Nemoto |
Lagu Keroncong, Bengawan Solo merupakan
rangkaian kata yang sulit bahkan terkesan tidak dapat dipisahkan.
Bagaimana kalau kita tambahkan dengan dua nama yakni Bung Karno &
Naoko Nemoto, apakah masih kita dapat tarik ikatan batin diantaranya?
Jawabnya dengan tegas saya katakan YA. Keroncong, Bengawan Solo, Bung
Karno dan Naoko Nemoto pernah menjadi sebuah rangkaian kata yang tidak
dapat terpisahkan.
Apalagi, yang tidak penting tentang diri
Proklamator kita, ada kalanya penting buat sebagian yang lain. Jadi, ini
sungguh bukan soal penting atau tidak penting. Anggap saja bahwa ini
memang topik yang menarik. Terlebih mengingat peristiwa ini menyangkut
setidaknya tiga nama besar :
Bung Karno, Ratna Saridewi, dan Gesang.
Bung Karno, Ratna Saridewi, dan Gesang.
Alkisah, pada kunjungan ke Jepang tahun
1959, Bung Karno berkesempatan diperkenalkan dengan gadis cantik
berkulit putih nan lembut… Naoko Nemoto namanya. Ketika itu, Naoko
adalah seorang geisha… ya, wanita penghibur di sebuah Klub malam
bernama Copacabana di Tokyo. Usianya baru 19 tahun.
Geisha adalah sebuah maha budaya Jepang.
Kehadirannya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Bahkan semua film,
baik film komersial maupun dokumenter yang menyangkut kehidupan geisha
di Jepang, selalu saja menarik. Mereka adalah wanita-wanita pilihan,
yang dibekali kemampuan merawat dan merias diri. Tugasnya adalah
menghibur para tamu dengan tarian dan nyanyian.
Tidak sedikit di antara mereka yang
kemudian menjadi semacam gundik atau peliharaan para tokoh politik,
saudagar, maupun tokoh masyarakat. Sekalipun begitu, seorang geisha
tidak bisa disamakan dengan pelacur. Kata geisha atau geiko (di Kyoto)
sendiri diartikan sebagai seniman-penghibur. Tidak semua perempuan
cantik bisa menjadi geisha, karena untuk menjadi geisha memang
memerlukan banyak persyaratan menyangkut skill menari dan menari, serta
segala sesuatu terkait kultur Jepang, misalnya tata cara menyajikan Ocha atau teh Jepang kepada para tamu.
Bung Karno, yang dalam lawatan ke luar
negeri memang sering sendiri itu, mau saja menerima jamuan pengusah
kesohor Jepang, bernama Masao Kubo. Ia adalah Direktur Utama Tonichi
Inc, sebuah bisnis konglomerasi yang mulai mengembangkan sayap bisnis di
Asia, termasuk Indonesia. Bagi Bung Karno, mengunjungi rumah geisha tak
lebih dari Refreshing di tengah agenda politik yang padat dan menguras pikiran dan fisik.
Masao Kubo memang sudah menyiapkan acara
spesial buat Presiden Republik Indonesia itu. Jauh hari sebelumnya, ia
sudah merencanakan ini semua. Ini terbukti manakala si jelita Naoko
Nemoto, sang geisha tampil dan melantunkan lagu keroncong mahakarya
Gesang, Bengawan Solo. Hati orang Indonesia mana tidak tersentuh hatinya, demi mendengar lagu negerinya dinyanyikan penyanyi asing. Cantik pula...
Jadi, sungguh tidak bisa disalahkan jika
kemudian Bung Karno begitu terkesan dengan penampilan Naoko Nemoto tadi.
Kesan itu begitu dalam, hingga ia susah tidur saat kembali ke hotel.
Hatinya masih tertinggal di rumah geisha. Tepatnya, hatinya lumer oleh
semua yang ada pada diri Naoko Nemoto. Alhasil, dengan dicomblangi Masao
Kubo, Bung Karno pun berkesempatan berjumpa lagi dengan Naoko di hotel
tempat Bung Karno menginap.
Pendek
cerita, tiga tahun kemudian,
tepatnya 3 Maret 1962, Bung Karno berhasil menyunting Naoko Nemoto dan
memboyongnya ke Tanah Air setelah diganti namanya menjadi Ratna
Saridewi. Darinya, Bung Karno dikarnuiai satu putri, Kartika Saridewi
Soekarno atau Kartika Soekarno, dan akrab dipanggil Karina. Begitulah
sekelumit tambahan Cerita Bung
Karno & Ratna Saridewi. Jangan lagi disoal, ihwal apa yang membuat
Bung
Karno tertarik kepada Naoko di rumah geisha tahun 1959 itu. Lagu
Bengawan Solo-kah… atau kecantikannya…. Satu hal yang pasti, Bung Karno
begitu mencintainya sampai-sampai ia berwasiat, jika meninggal,
“satukan aku dengan dia dalam satu peti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar