Terlalu lama sudah bangsa Indonesia
menjadi negeri jajahan, sehingga kepekaan serta harga diri sebagai suatu
bangsa telah hilang. Kemerdekaan yang dimiliki sepertinya hanya sebuah
mimpi, dan untuk itulah Bung Karno senantiasa memekikkan kata MERDEKA
setiap orasinya. Bung Karno ingin menyadarkan rakyat Indonesia bahwa
negeri ini memang sudah merdeka, bukan lagi sebuah mimpi.
Begini cara Bung Karno menggembleng
bangsanya: Militan dan spartan! Salah satu “senjata” penggembleng bangsa
adalah pekik “Merdeka!”. Dalam banyak kesempatan bertemu rakyatnya,
rakyat yang paling bawah sebawah-bawahnya, sampai kepada rakyat kelas
tinggi setinggi-tingginya, tanpa kecuali, Bung Karno tak pernah
menanggalkan pekik “Merdeka"
Tak urung, pekik “Merdeka” sempat pula
menjadi kerikil baginya. Disebut kerikil karena dampaknya memang tidak
sampai melukai kaki. Akan tetapi, “kerikil” kecil tadi, tetap menarik
karena berkaitan dengan seorang diri seorang Sukarno.
Ini kisah tahun 1955, satu tarikan
peristiwa dengan keberangkatan Sang Proklamator ke Tanah Suci,
menunaikan rukun Islam kelima. Sepuluh tahun pasca proklamasi, para
calon jemaah haji Indonesia masih banyak yang pergi ke Tanah Suci
menggunakan moda transportasi laut, alias kapal. Lama perjalanan
pergi-pulang bisa dua bulan. Sedangkan Bung Karno? Dia adalah seorang
Presiden. Tentu saja menggunakan pesawat terbang.
Sekalipun begitu, penerbangan Jakarta –
Jeddah atau Jakarta – Madinah, tidak selancar sekarang. Tahun 1955,
sekalipun seorang Presiden, harus berganti-ganti pesawat, serta singgah
di sejumlah kota sebelum mendarat di jazirah Arab. Pertama-tama, Bung
Karno dan rombongan haji, singgah di Singapura. Dari Singapura, pesawat
tidak langsung menuju Arab, melainkan singgah di Rangoon, New Delhi,
Karachi, Baghdad, Mesir… barulah mendarat di Saudi Arabia.
Nah, “kerikil” tadi adanya di Singapura.
Demi mendengar presidennya akan singgah, puluhan ribu rakyat Indonesia
yang berada di Singapura antusias mengadakan penyambutan. Mereka bahkan
mendaulat Bung Karno agar memberi wejangan, memberikan amanat.
Rakyat bagi Bung Karno adalah udara
segar. Karenanya, atas daulat rakyatnya di Singapura tadi, Bung Karno
memenuhinya dengan serta-merta. Dalam pidato yang berapi-api, beberapa
kali Bung Karno memekik kata “Merdeka… Merdeka… Merdeka!!!” Inilah
sebuah pekik yang kemudian menjadi semacam “bom waktu”.
Usai berpidato, Bung Karno pun melanjutkan perjalanan haji melalui
persinggahan di sejumlah kota tadi. Belum lama pesawat take off dari
bandara Singapura, para wartawan geger. Mereka menyoal pekik “Merdeka”
yang berkali-kali Bung Karno teriakkan di hadapan rakyat Indonesia.
Keesokan harinya, pers imperialisme Singapura menulis besar-besar: “Presiden Sukarno menjalankan ill-behaviour“.
Ya, Bung Karno dituding tidak tahu sopan-santun, kurang ajar. Kata pers
Singapura, Singapura itu bukan negeri merdeka (pada waktu itu), dan
Bung Karno tahu itu. Singapura masih dalam kekuasaan asing, dan Bung
Karno juga tahu itu. Mengapa pula Bung Karno memekikkan pekik “Merdeka",
Selama Bung Karno di Tanah Suci, pers
Singapura terus saja geger menyoal Bung Karno yang dituding ngompori
rakyat Singapura untuk merdeka. Maka, mereka pun ancang-ancang menunggu
kepulangan Bung Karno dari ibadah haji. Karena, suka-tidak-suka, pesawat
yang membawa Bung Karno pasti akan singgah di Singapura, sebelum
meneruskan perjalanan ke Tanah Air.
Benar. Ketika pulang, dan mendarat di
Singapura, wartawan-wartawan asing yang ada di Singapura langsung
memberondong Bung Karno dengan berbagai pertanyaan seputar “bom pekik
merdeka” yang ditinggalkannya dulu sebelum ia berangkat haji. “Tahukah
Paduka Yang Mulia Presiden, bahwa tatkala Paduka Presiden meninggalkan
kota Singapura di dalam perjalanan ke Mesir dan Tanah Suci, Paduka
dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill behaviour, oleh karena Paduka
Presiden memekikkan pekik merdeka dan mengajarkan kepada bangsa
Indonesia di sini memekikkan pekik merdeka! Apa jawab Paduka Presiden
atas tuduhan itu?” tanya wartawan kepada Bung Karno.
Bung Karno dengan tenangnya menjawab,
“Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang Indonesia, warganegara
Republik Indonesia berjumpa dengan warga negara Republik Indonesia,
pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang Indonesia,
selalu memekikkan pekik ‘merdeka’! Jangankan di surga, di dalam neraka
pun!!!”
Wartawan-wartawan imperialis itu cuma bisa melongo…
Soekarno tepatnya Presiden Soekarno selalu membuat kita bangga memilikinya.Posted By : Nasionalisme Soekarno
Tidak ada komentar:
Posting Komentar