Bung Karno |
- Pesta Yang Memalukan
Pernah dalam suatu resepsi di Istana
Merdeka, seorang pejabat tinggi membisiki Bung Karno, bahwa saputangan
kecil berwarna putih yang menghiasi saku jas Jusuf Muda Dalam agar
diambil BK. Itu bukan saputangan asli, tetapi palsu! Tentu saja BK ingin
tahu dan terus berusaha mendekati Jusuf Muda Dalam. Pak Jusuf sendiri
tidak menaruh curiga ketika didekati BK dengan tersenyum. Setelah dekat
sekali, BK tiba-tiba mengambil hiasan putih yang menyerupai setrip putih
di atas saku jas Pak Jusuf.
Pak Jusuf terperanjat dan berusaha
mempertahankannya. Tetapi sudah terlambat karena benda itu sudah di
tangan BK. Ketika BK membuka kain putih itu, orang-orang tertawa
terbahak-bahak. Mereka melihat sebuah pakaian dalam perempuan, bersih,
putih, dan masih baru. Tetapi itu celana dalam untuk boneka kecil.
- Presiden Menunggu Pengawal
Pernah ada kejadian langka, Bung Karno
harus menunggu seorang pengawalnya. Peristiwa itu berlangsung ketika BK
pergi ke rumah dokter gigi di Kota Baru, Yogyakarta, dengan sopir Pak
Arif, beserta ajudan Pramurahardjo dan dikawal Sudiyo. Belum lama BK tiba di rumah dokter itu,
Sudiyo lapor kepada ajudan presiden, perutnya sakit. Atas keputusan
ajudan, Pak Arif diperintahkan mengantar Sudiyo pulang ke istana, dan
membawa seorang pengawal pribadi yang sedang bertugas, sebagai
pengganti.
Sebelum mobil tadi kembali ke rumah
dokter, BK sudah pamit kepada tuan rumah, untuk segera kembali ke
istana. Setelah BK sampai di serambi depan, ajudannya gelisah. Ajudan
pun melaporkan, mobil belum datang karena dipakai mengantar Sudiyo yang
sedang sakit perut, pulang ke istana. Mendengar laporan itu, BK tidak
marah, malah berkata, “Baik, tidak apa-apa. Saya tunggu dulu di sini.”
Setelah mobil dan pengawalnya datang,
Bung Karno pamit lagi kepada tuan rumah. Sampai di halaman istana,
beliau melihat Sudiyo yang tadi sakit perut telah berdiri tegap di
serambi istana, siap membuka pintu mobil BK. Bung Karno langsung
bertanya kepada Sudiyo,
“Kamu tadi sakit perut?” Sudiyo menjawab, “Ya, Pak.”
“Kamu tadi sakit perut?” Sudiyo menjawab, “Ya, Pak.”
Bung Karno selanjutnya menganjurkan
kepada Sudiyo, agar lain kali kalau hendak tugas supaya makan pagi dulu,
jadi tidak masuk angin. Sambil malu-malu Sudiyo kembali menjawab, “Ya,
Pak.”
- Debat Bung Karno dan Sopir
Dalam suatu perjalanan jauh, BK pernah bertanya pada Pak Arif, “Rif, apa ini yang bunyi berisik?”
Pak Arif menjawab dengan tenang, “Mobilnya, Tuan.”
Bung Karno kembali bertanya, “Kenapa tidak kau cari yang berisik itu dan kau betulkan?”
Pak Arif menjawab, “Dicari sih sudah,
Tuan. Tetapi belum ketemu. Orang namanya besi beradu dengan besi, tentu
saja berisik sekali, Tuan.” Mendapat jawaban dari Pak Arif, Bung Karno tidak lagi bertanya.
- Perhatian Sang Presiden
Pernah juga BK membatalkan keberangkatan
rombongan sewaktu akan meninggalkan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Karena BK mengetahui, semua pengawal belum mendapat sarapan pagi.
Padahal rombongan sudah siap berangkat. Bung Karno memerintahkan ajudan
supaya keberangkatannya ditunda sampai para pengawal selesai makan pagi.
Selanjutnya, BK memerintahkan ajudannya
supaya selalu memperhatikan semua sopir dan pengawal yang sedang
bertugas mengawalnya, jangan sampai mereka telantar makan dan minumnya.
- Presiden Dibentak Pembagi Roti
Di Istana Merdeka Jakarta, pertengahan
1950, Sudiyo gendut sedang bertugas mengambil sarapan roti dari dapur
untuk kawan-kawannya di paviliun. Ketika sedang komat-kamit menghitung
jumlah roti yang dibawanya, ia berpapasan dengan Bung Karno yang sedang
jalan pagi di halaman istana. Sudiyo memberi salam dengan santai, “Goede morgen mijnheer,” sambil terus berlalu. Ia mengira sedang berpapasan dengan Ven Der Bijl, orang Belanda yang bertugas di istana.
Mendengar ucapan salam itu, Bung Karno
langsung berhenti. Beliau menoleh ke arah Sudiyo, dan bertanya kepada
pengawalnya, “Siapa dia?”
“Sudiyo gendut, Pak,” jawab sang pengawal.
Bung Karno mengajak pengawalnya itu
membuntuti Sudiyo. Ketika Sudiyo sambil jongkok masih juga sibuk
menghitung jumlah roti yang dibawanya, BK berdiri di belakangnya sambil
berkata, “Kalau rotinya masih saja kurang, ambil lagi ….”
Tanpa menoleh Sudiyo malahan membentak dengan suara keras, “Ya, nanti saja wong masih dihitung kok.”
Bung Karno tertawa, tetapi pengawal langsung menegur Sudiyo, rekannya itu, “He, lihat dulu, kamu sedang bicara dengan siapa?”
Begitu menoleh, Sudiyo baru tahu Bung
Karno sudah berdiri di belakangnya. Dengan gemetaran Sudiyo langsung
berdiri dan dengan sikap sempurna, melapor, “Siap Pak, Sudiyo mohon
maaf.” BK tersenyum dan meneruskan jalan pagi sambil mengontrol
kebersihan serta kerapian tanaman di halaman.
- Pohon Sawo Berbuah Polisi
Di halaman Istana Yogyakarta yang luas,
tumbuh beberapa pohon buah-buahan, antara lain mangga, jambu, kedondong,
dan sawo. Kalau sedang panen buah-buahan, Ibu Fatmawati sering
membagi-bagi buah-buahan itu. Pada suatu hari, Bung Karno memergoki
seorang anggota Polisi Pengawal Pribadi sedang berada di atas pohon
sawo. Anggota polisi itu tahu kalau BK mendekati pohon sawo dan mengira
tidak melihatnya. Saking ketakutannya, dia diam di atas pohon tanpa
bergerak dengan harapan tak diketahui BK. Bung Karno sengaja tak mau
melihat ke atas pohon sawo itu. Kepada polisi yang ada di dekatnya, ia
berkata, “Itu buah sawonya kok tambah?
Anggota pengawal yang diajak bicara
kontan tertawa, pengawal yang ada di atas pohon pun ikut tertawa, tapi
dengan nada ketakutan. Lalu Bung Karno berkata lagi, “Bapak ‘kan sudah
bilang, biar buahnya tua dan matang dulu. Nanti kamu orang juga dibagi.
Kalau kamu tidak sabar, pindahkan saja pohon sawo ini ke dekat asramamu
itu Bung Karno kemudian meninggalkan pohon
sawo itu. Setelah BK tidak kelihatan lagi, polisi yang ada di atas pohon
baru berani turun. Kawan-kawannya pun mengejek, “Rasain lu.” Mulai saat itu, tidak ada lagi yang berani memanjat pohon buah-buahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar