Selasa, 14 Oktober 2014

Soekarno tokoh yang disegani dunia

Tahun 1960an, saat usia kemerdekaan kita masih berbilang belasan tahun, Indonesia dan Bung Karno sudah menjadi bangsa dan negara yang dihargai oleh para pemimpin negara besar, utamanya penguasa Blok Kapitalis (Amerika Serikat) dan Blok Komunis (Rusia atau Uni Sovyet). Kedua negara adidaya yang terlibat perang dingin karena beda ideologi tadi, saling berebut pengaruh terhadap Indonesia.

Sikap Bung Karno?...

Sangat jelas, dia menyuarakan kepada dunia sebagai negara nonblok. Sekalipun begitu. bukan berarti Indonesia adalah negara yang istilah Bung Karno hanya “duduk santai” tanpa berbuat apa-apa bagi peradaban dunia. Nonblok yang aktif. Karena itu pula, Bung Karno berhasil menggalang kekuatan-kekuatan baru yang ia wadahi dalam
NEFO *New Emergency Forces, sebuah kekuatan baru, terdiri atas negara-negara yang baru merdeka, atau sedang berkembang.

Sejak era kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia sebenarnya mempunyai pesawat khusus kepresidenan. Kala itu pesawat yang dipakai Bung Karno adalah pesawat jenis Ilyushin Il-18. Pesawat ini pemberian dari Pemerintah Rusia. Pesawat yang diberi nama Dolok Martimbang inilah yang selalu membawa Bung Karno ke seluruh Nusantara.

Ini sempat jadi masalah diplomatik, ketika Bung Karno hendak berkunjung ke Rusia, memenuhi undangan Kamerad Nikita Kruschev. Sebab waktu itu, tidak ada satu pun perusahaan penerbangan Amerika Serikat yang mempunyai hubungan tetap dengan Moskow.

Rusia
terang-terangan keberatan bila Bung Karno datang menggunakan PanAm dan mendarat di Moskow. Karena itu, pihak pemerintah Rusia mengajukan usul, akan menjemput Bung Karno di Jakarta menggunakan pesawat Rusia yang lebih besar, lebih perkasa, Ilyushin L.111.

Sudah watak Bung Karno untuk tidak mau didikte oleh pemimpin negara mana pun. Termasuk dalam urusan pesawat jenis apa yang hendak ia gunakan. Karenanya, atas usulan Rusia tadi, Bung Karno menolak. Bahkan jika kedatangannya menggunakan PanAm ditolak, ia dengan senang hati akan membatalkan kunjungan ke Rusia.

Pemerintah Rusia pun mengalah. Ya… mengalah kepada Sukarno, presiden dari sebuah negara yang belum lama berstatus sebagai negara merdeka, lepas dari pendudukan Belanda dan Jepang.
Akan tetapi, tampaknya Rusia tidak mau kehilangan muka sama sekali, dengan mendaratnya sebuah pesawat Amerika musuhnya di tanah Moskow.

Alhasil, ketika pesawat PanAm jenis DC-8 mendarat di bandar udara Moskow, petugas traffic bandara langsung mengarahkan pesawat yang ditumpangi Soekarno dan rombongan parkir tepat di antara dua pesawat terbang “raksasa” buatan Rusia, jenis Ilyushin seri L.111. Seketika, tampak benar betapa kecilnya pesawat Amerika itu bila dibanding dengan pesawat jet raksasa buatan Rusia.

Ilyushin L.111


Belum cukup dengan aksi “unjuk gigi” tadi, Kruschev yang menjemput Bung Karno di lapangan terbang, masih pula menambahkan, “Hai, Bung Karno! Itukah pesawat kapitalis yang engkau senangi? Lihatlah, tidakkah pesawat-pesawatku lebih perkasa?”

Mendengar ucapan itu, Bung Karno hanya tersenyum lebar dan menjawab, Kamerad KrusChev, memang benar pesawatmu kelihatan jauh lebih besar dan gagah, tetapi saya merasa lebih comfortable dalam pesawat PanAm yang lebih kecil itu..

 Satu hal yang dapat kita petik dari tulisan ini adalah: Betapa kokohnya Presiden Soekarno dalam mempertahankan prinsip dan sangat antinya Pemimpin Besar Revolusi ini untuk diatur bangsa lain, jangankan politik atau batas wilayah Negara, masalah pesawat terbangpun Presiden Soekarno tidak mau dicampuri. Pertanyaan besar yang ada sekarang adalah :

Mampukah Presiden pasca Soekarno memiliki keteguhan prinsip seperti Soekarno...??

Rabu, 16 April 2014

Ketika Bung Karno paksa Tentara Belanda memikul sepeda

Soekarno
Ada saja cerita lucu yang datang dari Bung Karno, proklamator yang lahir pada 6 Juni 1901 dan wafat pada tanggal 21 Juni 1970.

Sebuah cerita lucu dituturkan istrinya Fatmawati.
Fatmawati yang menjadi Ibu Negara Indonesia dari tahun 1945 hingga tahun 1967 dan merupakan istri ke 3 dari presiden Soekarno. 


Fatmawati juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Fatmawati mengakui kadang kali ada kelucuan daripada pembawaan Soekarno. Bila Bung Karno sudah melucu, dirinya jadi terpingkal-pingkal dibuatnya. Menurut Fatmawati, Bung Karno pernah bercerita kalau dirinya senang berkelakar. Senang mendengar dan bercerita yang lucu. Dan kelucuan Bung Karno bukanlah kelucuan seorang badut, tapi sikap eksentrik seorang pemikir.

Menurut Fatmawati, ketika Bung Karno dibuntuti polisi Belanda, polisi Belanda tersebut dipaksa untuk memikul sepedanya. Bung Karno tahu kalau dirinya selalu diikuti oleh serdadu Belanda. Sedikit saja Bung Karno melanggar hukum, Belanda dengan cepat mengirimnya ke dalam bui. Justru karena tahu polisi Belanda tidak boleh melepaskan pandangan mengikuti jejaknya, membuat dia sering mempermainkan polisi Belanda.

Waktu itu, Bung Karno sedang bersepeda, seorang polisi mengikutinya dari belakang. Bung Karno sengaja tidak mempercepat laju sepedanya. Dia menggenjot dengan santai saja. Polisi belanda itu pun santai pula mengikuti dari kejauhan. Tiba-tiba timbul pikiran membikin polisi itu repot. Di tepi persawahan, Bung Karno berhenti dan meninggalkan sepedanya di sana. Kemudian Bung Karno berjalan meniti pematang, menuju suatu perkampungan yang agak jauh letaknya, tempat seorang temannya tinggal. Bung Karno tahu, sepedanya tidak akan ada yang mengambil.

"Bung Karno tahu, polisi itu tidak berani membiarkan dirinya lepas dari pandangannya. Dia wajib menguntit Soekarno terus,” cerita Fatmawati dikutip dari buku Bung Karno Masa Muda’ Penerbit: Pustaka Yayasan Antar Kota, Jakarta, 1978.

Tapi kesulitannya sekarang adalah sepedanya tidak boleh ditinggalkan begitu saja seperti sepeda Bung Karno. Disiplin melarang polisi Belanda meninggalkan sepedanya di jalanan. Akhirnya terpaksa polisi itu memikul sepedanya meniti pematang sambil terseok-seok. Sesekali polisi itu kejeblos masuk lumpur sawah dengan bebannya yang cukup berat. Dia tidak berani membiarkan Bung Karno bebas berkeliaran di luar pengawasannya.

Sedangkan Bung Karno yang punya pikiran nakal itu enak saja meniti pematang panjang menuju perkampungan. Dia dengan jalan lenggang kangkung, sementara di belakang sang polisi dengan geram mengikutinya.

Itulah beberapa keping perbuatan Soekarno yang terkadang lucu, menurut Fatmawati sering membuat dia terpingkal-pingkal mendengarnya.

Soekarno yang cinta budaya bangsa

Soekarno
Sejak kecil, Soekarno sangat menyukai cerita wayang. Dia hapal banyak cerita wayang sejak kecil. Saat masih bersekolah di Surabaya, Soekarno rela begadang jika ada pertunjukan wayang semalam suntuk. Dia pun senang menggambar wayang di batu tulisnya.

Saat ditahan dalam penjara Banceuy pun kisah-kisah wayanglah yang memberi kekuatan pada Soekarno. Terinspirasi dari Gatot Kaca, Soekarno yakin kebenaran akan menang, walau harus kalah dulu berkali-kali. Dia yakin suatu saat penjajah Belanda akan kalah oleh perjuangan rakyat Indonesia.

"Pertunjukan wayang di dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan menghiburku. Dia juga menenangkan perasaan dan memberi kekuatan pada diriku. Bayangan-bayangan hitam di kepalaku menguap bagai kabut dan aku bisa tidur nyenyak dengan penegasan atas keyakinanku. Bahwa yang baik akan menang atas yang jahat," ujar Soekarno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang diterbitkan Yayasan Bung Karno tahun 2007.

Soekarno tidak hanya mencintai budaya Jawa. Dia juga mengagumi tari-tarian dari seantero negeri. Soekarno juga begitu takjub akan tarian selamat datang yang dilakukan oleh penduduk Papua.

Karena kecintaan Soekarno pada seni dan budaya, Istana Negara penuh dengan aneka lukisan, patung dan benda-benda seni lainnya. Setiap pergi ke daerah, Soekarno selalu mencari sesuatu yang unik dari daerah tersebut.

Dia menghargai setiap seniman, budayawan hingga penabuh gamelan. Soekarno akan meluangkan waktunya untuk berbincang-bincang soal seni dan budaya setiap pagi, di samping bicara politik.

Saat-saat diasingkan di Istana Bogor selepas G-30S/PKI, Soekarno membunuh waktunya dengan mengiventarisir musik-musik keroncong yang dulu populer tahun 1930an dan kemudian menghilang. Atas kerja kerasnya dan beberapa seniman keroncong, Soekarno berhasil menyelamatkan beberapa karya keroncong.

Perintah Pertama Soekarno

Sukarno
Sosok Soekarno punya seribu cerita unik yang mengundang senyum. Kira-kira apa perintah pertama Presiden Soekarno saat menjadi Presiden?

Sehari setelah kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang. Mereka menetapkan Soekarno sebagai Presiden RI pertama dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden RI.


Tidak ada debat sengit dalam sidang di Gedung Road van Indie di Jalan Pejambon itu. Sederhana saja, PPKI memilih Soekarno sebagai presiden. Berbeda sekali dengan sidang paripurna di DPR yang penuh keriuhan, protes serta gontok-gontokan.

Kisah ini diceritakan Soekarno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang diterbitkan Yayasan Bung Karno tahun 2007.

"Nah kita sudah bernegara sejak kemarin dan sebuah negara memerlukan seorang Presiden.

Bagaimana kalau kita memilih Soekarno?"


Soekarno pun menjawab, "Baiklah."


Sesederhana itu. Maka jadilah Soekarno sebagai Presiden pertama RI. Namanya negara yang baru seumur sehari, tidak ada mobil kepresidenan yang mengantar Soekarno. Maka Soekarno pun pulang berjalan kaki.

"Di jalanan aku bertemu dengan tukang sate yang berdagang di kaki lima. Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia memanggil pedagang yang bertelanjang kaki itu dan mengeluarkan perintah pelaksanaannya yang pertama. Sate ayam 50 tusuk!" ujar Soekarno.

Itulah perintah pertama presiden RI. "Sate ayam 50 tusuk!"

Soekarno kemudian jongkok di pinggir got dekat tempat sampah. Sambil berjongkok, Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia itu menghabiskan sate ayam 50 tusuk dengan lahap. Itulah pesta perayaan pelantikannya sebagai Presiden RI.

 
Saat Soekarno pulang ke rumah, dia menyampaikan dirinya telah dipilih menjadi Presiden pada Fatmawati, istrinya. Fatmawati tidak melompat-lompat kegirangan. Fatmawati menceritakan wasiat ayahnya sebelum meninggal.

"Di malam sebelum bapak meninggal, hanya tinggal kami berdua yang belum tidur. Aku memijitnya untuk mengurangi rasa sakitnya, ketika tiba-tiba beliau berkata 'Aku melihat pertanda secara kebatinan bahwa tidak lama lagi...dalam waktu dekat...anakku akan tinggal di istana yang besar dan putih itu'. Jadi ini tidak mengagetkanku. Tiga bulan yang lalu, Bapak sudah meramalkannya," ujar Fatmawati tenang.
Soekarno memang ditakdirkan jadi orang besar dengan segala ceritanya.

Minggu, 26 Januari 2014

Perjanjian Pasca Merdeka

Soekarno - Hatta
Setelah Indonesia mendapat konsesi dari Jepang untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, belanda berusaha kembali untuk melakukan dekolonisasi terhadap Republik Indonesia. Belanda datng kembali ke Indonesia dengan membonceng kepada kapal-kapal sekutu. Belanda mengira Indonesia mudah dijajah kembali.

Namun perkiraan itu meleset, Indonesia lebih kuat daripada sebelumnya pada saat mereka jajah dulu. Itu dibuktikan dengan perjuangan rakyat bersama tokoh-tokoh perjuangan yang bersama-sama untuk menhan belanda agar tidak sampai masuk ke wilayah Indonesia. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan rakyat Indonesia misalnya seperti pertempuran di Surabaya, Semarang, Ambarawa dan lain-lain.

Pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia ada dua macam perjaungan yaitu perjuangan dalam bentuk fisik atau militer dan perjaungan dalam bentuk diplomasi. Dalam makalah ini kami berusaha untuk menjelaskan perjuangan Republik Indonesia dalam bentuk diplomasi. Pada waktu setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan sistem pemerintahannya berbentuk presidensiil, situasi politik indonesia terbagi tiga bentuk kekuatan yang saling berbeda pendapat yaitu Sukarno-Hatta, Sutan Syahrir dan Tan Malaka.

Sukarno mempunyai pendapat bahwa Indonesia harus terdiri pemerintahan yang memiliki satu partai politik saja, dengan alasan bahwa Indonesia harus bersatu dalam menyusun kekuatan dan tidak boleh terpecah belah oleh karena perbedaan partai. Oleh karena itu pada waktu PNI-lah yang diusulkan sebagai partai politik negara.
Sedangkan Sutan Syahrir mempunyai pendapat lain, yaitu bahwa suatu negara harus berbentuk parlementer karena suatu negara bila disusun secara partai tunggal yang disebutkan Sukarno akan berkonotasi pada pemerintahan totaliter. Oleh karena itu Ia mengusulkan hal demikian.

Lain halnya dengan Tan Malaka yang berpendapat bahwa negara yang merdeka adalah merdeka 100%. Dengan dipimpin oleh seorang yang pemimpin yang yang bukan kolaborator ( pernah bekerja sama dengan penjajah ).

Oleh karena itu setelah Sukarno mempertimbangkan pendapat diatas Sukarno memilih Sutan Syahrir untuk menjadi formatur dalam kabinet pemerintahan Indonesia yang kemudian Syahrir terpilih menjadi perdana menteri dalam kabinetnya yang bernama Kabinet Syahrir I. Dalam membentuk dan menjalankan roda pemerintahan Syahrir berhasil dalam kabinetnya. Sehingga ia tiga kali menjadi Perdana Menteri.

Dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dalam bentuk diplomatis syahrir berusaha untuk memperjuangkan dengan cara berunding yaitu melakukan perundingan-perundingan dengan pihak belanda. Karena ia sadar bahwa tidaklah mudah dalam mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah Belanda dengan jalur militer atau dengan berperang. Oleh karena itu ia melakukan perundingan yang diantaranya adalah perjanjian Lingajati, perjanjian Renville, persetujuan Roem-Royen, dan Konfernsi Meja Bundar.

Kolaborasi Soekarno dan Hatta Dalam Politik Nasional Pada Masa Pendudukan Jepang

Soekarno - Hatta
Kedatangan Jepang pertama kali ke Indonesia disambut dengan hangat oleh rakyat Indonesia, rakyat Indonesia menganggap bahwa mereka telah dibebaskan dari penjajahan Belanda oleh orang Jepang. Orang-orang timur menganggap kemenangan Jepang ini merupakan kemenangan Asia atas Eropa. Masyarakat Indonesia, khususnya orang-orang Jawa menganggap bahwa kedatangan Jepang merupakan realisasi dari ramalan Jayabaya ramalan yang selama ini dipercaya oleh masyarakat Jawa. Isi ramalan tersebut mengenai akan datangnya orang-orang kulit kuning dari utara.
 
Pertemuan Soekarno dengan orang Jepang terjadi di Bukittinggi pada tanggal 17 Maret 1942 dengan Kolonel Fujiyama. Kepulangan Soekarno dari tempat pengasingan dijelaskan oleh Dahm. Bernhard Dahm (1987:276) dalam bukunya ”Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan” menjelaskan, pada tanggal 9 Juli 1942, setelah menempuh perjalanan hampir empat hari empat malam dengan menggunakan perahu motor akhirnya, Soekarno dan keluarga terdekatnya kembali ke pulau Jawa. Soekarno dan Hatta kembali bertemu setelah hampir sepuluh tahun lamanya mereka berdua terpisah karena pengasingan yang dilakukan kolonial Belanda terhadap mereka berdua. Sesampainya di Jakarta, Soekarno disambut oleh Hatta dan Sjahrir.

Pada malam harinya Soekarno bertemu kembali dengan Hatta dan Sjahrir di kediaman Hatta. Dalam pertemuan tersebut, terjadi pembicaraan mengenai strategi dan cara-cara yang akan digunakan dalam melawan penjajahan Jepang.
Soekarno meminta kepada Hatta bahwa konflik dan pertentangan dimasa lalu (masa pergerakan) untuk sementara disingkirkan dahulu, karena menurut Soekarno tugas yang dihadapi sekarang jauh lebih penting dari pada masalah perbedaan-perbedaan individu diantara mereka. Kemudian permintaan dari Soekarno tersebut disetujui oleh Hatta.

Cindy H. Adams (1982:101) dalam bukunya “Otobiografi Soekarno, Pejambung Lidah Rakjat” menjelaskan momen awal tebentuknya dwitunggal,


 “kami berjabat tangan dengan kesungguhan hati “inilah” janji kita sebagai Dwitunggal. Inilah sumpah kita yang jantan untuk bekerja berdampingan dan tidak akan berpecah hingga negeri ini mencapai kemerdekaan sepenuhnya”. 



Janji dari Soekarno dan Hatta tersebut disaksikan oleh Sutan Sjahrir yang waktu itu juga datang dalam pertemuan tersebut.  Pernyataan Soekarno dan Hatta itulah yang kemudian hari dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Dwitunggal Soekarno-Hatta.
 
Kesepakatan kerjasama antar Soekarno dan Hatta dalam wadah Dwitunggal disaksikan oleh Sjahrir, satu-satunya tokoh yang ikut hadir dalam pertemuan. Selain kesepakatan kerjasama Soekarno dan Hatta, dalam pembicaraan tersebut juga menghasilkan cara-cara atau rencana-rencana gerakan untuk menghadapi Kolonial Jepang.

Mereka setuju perjuangan yang akan dilakukan melalui dua cara, yang pertama yaitu dengan cara bekerja sama atau kooperasi dengan pihak Jepang yang diwakili oleh Dwitunggal Soekarno-Hatta, dan yang kedua yaitu dengan cara gerakan “bawah tanah” yang akan dialakukan oleh Sjahrir. 
 
Cara-cara dan rencana yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut sebenarnya ada sedikit perbedaan antara Soekarno dan Hatta mengengenai kerjasamanya dengan pihak Jepang. Wawan T. Alam (2003:144) dalam bukunya yang berjudul Demi Bangsaku, Pertentangan Soekarno vs Hatta mengungkapkan perbedaan tersebut. Menurut Soekarno ada beberapa alasan mengapa Soekarno mau bekerjasama dengan Jepang.
  • Pertama, bahwa mereka mempunyai musuh yang sama yaitu Liberalisme, Kapitalisme, Imperialisme dan Individualisme yang merupakan semboyan dari dunia barat.
  • Kedua, ada kesempatan untuk membangkitkan kesadaran rakyat.
  • Ketiga, ada kesempatan untuk membentuk barisan persatuan yaitu dengan pembentukan PETA dan PUTERA, Keempat, ada kesempatan untuk melakukan Agitasi.
Disatu sisi Hatta berpendapat, seperti yang diungkapkan oleh Sjahrir bahwa tindakan kooperasinya atau kerjasama dengan Jepang itu lebih dikarenakan adanya Force Majeure (keadaan memaksa). Hatta selalu mengisyaratkan secara halus dalam setiap pidato-pidatonya selama pendudukan Jepang, bahwa ia sebenarnya dipaksa oleh orang-orang Jepang untuk bekerjasama. Selama masa itu, perhatiannya diabdikan kepada pekerjaan secara diam-diam untuk pergerakan (Bernhard Dahm, 1987 : 279). Alasan lain mengapa Soekarno-Hatta mau bekerja sama dengan Jepang adalah Soekarno dan Hatta percaya akan ketulusan Jepang untuk memberikan dukungan untuk kemerdekaan Indonesia, seperti propagandanya sebelum Jepang melakukan penyerangan. Padahal kita tahu bahwa kedua tokoh tersebut terkenal dengan tokoh non-kooperasi pada masa kolonial Belanda.
Tindakan kerjasama Jepang dengan golongan nasionalis didasarkan karena Jepang melihat bahwa kaum nasionalis tersebut sangat berpengaruh kepada masyarkatnya, sehingga Jepang merasa perlu untuk mengadakan kerjasama demi memudahkan pegarahan rakyat untuk kepentingan perang Jepang. Kerjasama Jepang dengan nasionalis Indonesia dituangkan dalam bentuk organisasi diantaranya adalah Gerakan Tiga A, PETA, Poetera. Dalam organisasi-organisasi bentukan Jepang, Dwitunggal Soekarno-Hatta selalu mendapat jabatan penting sebagi contoh di organisasi Poetera Soekarno dan Hatta diangkat menjadi pemimpin tertinggi selain Ki Hadjar Dewantoro dan Kyai Haji Mas Mansjur yang kemudian dikenal dengan Empat Serangkai. Pada Akhir perang Pasifik dan Memasuki awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak, Jepang mulai memberikan janji pada bangsa Indonesia berupa kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari janji yang diberikan oleh perdana menteri Jepang Kaiso Kuniaki pada tanggal 19 September 1944. Pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zunbi Coosokai oleh Jenderal Keimakici Harada. Bung Karno dan Bung Hatta duduk dalam keanggotaan BPUPKI tersebut.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI di bubarkan dan diganti dengan PPKI (Panitian Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai. PPKI diketuai oleh Ir Soekarno, wakil ketuanya adalah Moh Hatta dan penasehat Ahmad Subardjo. Tugas PPKI adalah menyusun rencana kemerdekaan Indonesia yang telah dihasilkan BPUPKI. Dalam keanggotaan dalam PPKI Bung Karno dan Bung Hatta bekerja sama dan mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang sudah ada sejak tahun 1930-an demi satu tujuan yang utama yaitu Indonesia yang merdeka.