Minggu, 26 Januari 2014

Perjanjian Pasca Merdeka

Soekarno - Hatta
Setelah Indonesia mendapat konsesi dari Jepang untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, belanda berusaha kembali untuk melakukan dekolonisasi terhadap Republik Indonesia. Belanda datng kembali ke Indonesia dengan membonceng kepada kapal-kapal sekutu. Belanda mengira Indonesia mudah dijajah kembali.

Namun perkiraan itu meleset, Indonesia lebih kuat daripada sebelumnya pada saat mereka jajah dulu. Itu dibuktikan dengan perjuangan rakyat bersama tokoh-tokoh perjuangan yang bersama-sama untuk menhan belanda agar tidak sampai masuk ke wilayah Indonesia. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan rakyat Indonesia misalnya seperti pertempuran di Surabaya, Semarang, Ambarawa dan lain-lain.

Pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia ada dua macam perjaungan yaitu perjuangan dalam bentuk fisik atau militer dan perjaungan dalam bentuk diplomasi. Dalam makalah ini kami berusaha untuk menjelaskan perjuangan Republik Indonesia dalam bentuk diplomasi. Pada waktu setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan sistem pemerintahannya berbentuk presidensiil, situasi politik indonesia terbagi tiga bentuk kekuatan yang saling berbeda pendapat yaitu Sukarno-Hatta, Sutan Syahrir dan Tan Malaka.

Sukarno mempunyai pendapat bahwa Indonesia harus terdiri pemerintahan yang memiliki satu partai politik saja, dengan alasan bahwa Indonesia harus bersatu dalam menyusun kekuatan dan tidak boleh terpecah belah oleh karena perbedaan partai. Oleh karena itu pada waktu PNI-lah yang diusulkan sebagai partai politik negara.
Sedangkan Sutan Syahrir mempunyai pendapat lain, yaitu bahwa suatu negara harus berbentuk parlementer karena suatu negara bila disusun secara partai tunggal yang disebutkan Sukarno akan berkonotasi pada pemerintahan totaliter. Oleh karena itu Ia mengusulkan hal demikian.

Lain halnya dengan Tan Malaka yang berpendapat bahwa negara yang merdeka adalah merdeka 100%. Dengan dipimpin oleh seorang yang pemimpin yang yang bukan kolaborator ( pernah bekerja sama dengan penjajah ).

Oleh karena itu setelah Sukarno mempertimbangkan pendapat diatas Sukarno memilih Sutan Syahrir untuk menjadi formatur dalam kabinet pemerintahan Indonesia yang kemudian Syahrir terpilih menjadi perdana menteri dalam kabinetnya yang bernama Kabinet Syahrir I. Dalam membentuk dan menjalankan roda pemerintahan Syahrir berhasil dalam kabinetnya. Sehingga ia tiga kali menjadi Perdana Menteri.

Dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dalam bentuk diplomatis syahrir berusaha untuk memperjuangkan dengan cara berunding yaitu melakukan perundingan-perundingan dengan pihak belanda. Karena ia sadar bahwa tidaklah mudah dalam mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah Belanda dengan jalur militer atau dengan berperang. Oleh karena itu ia melakukan perundingan yang diantaranya adalah perjanjian Lingajati, perjanjian Renville, persetujuan Roem-Royen, dan Konfernsi Meja Bundar.

Kolaborasi Soekarno dan Hatta Dalam Politik Nasional Pada Masa Pendudukan Jepang

Soekarno - Hatta
Kedatangan Jepang pertama kali ke Indonesia disambut dengan hangat oleh rakyat Indonesia, rakyat Indonesia menganggap bahwa mereka telah dibebaskan dari penjajahan Belanda oleh orang Jepang. Orang-orang timur menganggap kemenangan Jepang ini merupakan kemenangan Asia atas Eropa. Masyarakat Indonesia, khususnya orang-orang Jawa menganggap bahwa kedatangan Jepang merupakan realisasi dari ramalan Jayabaya ramalan yang selama ini dipercaya oleh masyarakat Jawa. Isi ramalan tersebut mengenai akan datangnya orang-orang kulit kuning dari utara.
 
Pertemuan Soekarno dengan orang Jepang terjadi di Bukittinggi pada tanggal 17 Maret 1942 dengan Kolonel Fujiyama. Kepulangan Soekarno dari tempat pengasingan dijelaskan oleh Dahm. Bernhard Dahm (1987:276) dalam bukunya ”Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan” menjelaskan, pada tanggal 9 Juli 1942, setelah menempuh perjalanan hampir empat hari empat malam dengan menggunakan perahu motor akhirnya, Soekarno dan keluarga terdekatnya kembali ke pulau Jawa. Soekarno dan Hatta kembali bertemu setelah hampir sepuluh tahun lamanya mereka berdua terpisah karena pengasingan yang dilakukan kolonial Belanda terhadap mereka berdua. Sesampainya di Jakarta, Soekarno disambut oleh Hatta dan Sjahrir.

Pada malam harinya Soekarno bertemu kembali dengan Hatta dan Sjahrir di kediaman Hatta. Dalam pertemuan tersebut, terjadi pembicaraan mengenai strategi dan cara-cara yang akan digunakan dalam melawan penjajahan Jepang.
Soekarno meminta kepada Hatta bahwa konflik dan pertentangan dimasa lalu (masa pergerakan) untuk sementara disingkirkan dahulu, karena menurut Soekarno tugas yang dihadapi sekarang jauh lebih penting dari pada masalah perbedaan-perbedaan individu diantara mereka. Kemudian permintaan dari Soekarno tersebut disetujui oleh Hatta.

Cindy H. Adams (1982:101) dalam bukunya “Otobiografi Soekarno, Pejambung Lidah Rakjat” menjelaskan momen awal tebentuknya dwitunggal,


 “kami berjabat tangan dengan kesungguhan hati “inilah” janji kita sebagai Dwitunggal. Inilah sumpah kita yang jantan untuk bekerja berdampingan dan tidak akan berpecah hingga negeri ini mencapai kemerdekaan sepenuhnya”. 



Janji dari Soekarno dan Hatta tersebut disaksikan oleh Sutan Sjahrir yang waktu itu juga datang dalam pertemuan tersebut.  Pernyataan Soekarno dan Hatta itulah yang kemudian hari dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Dwitunggal Soekarno-Hatta.
 
Kesepakatan kerjasama antar Soekarno dan Hatta dalam wadah Dwitunggal disaksikan oleh Sjahrir, satu-satunya tokoh yang ikut hadir dalam pertemuan. Selain kesepakatan kerjasama Soekarno dan Hatta, dalam pembicaraan tersebut juga menghasilkan cara-cara atau rencana-rencana gerakan untuk menghadapi Kolonial Jepang.

Mereka setuju perjuangan yang akan dilakukan melalui dua cara, yang pertama yaitu dengan cara bekerja sama atau kooperasi dengan pihak Jepang yang diwakili oleh Dwitunggal Soekarno-Hatta, dan yang kedua yaitu dengan cara gerakan “bawah tanah” yang akan dialakukan oleh Sjahrir. 
 
Cara-cara dan rencana yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut sebenarnya ada sedikit perbedaan antara Soekarno dan Hatta mengengenai kerjasamanya dengan pihak Jepang. Wawan T. Alam (2003:144) dalam bukunya yang berjudul Demi Bangsaku, Pertentangan Soekarno vs Hatta mengungkapkan perbedaan tersebut. Menurut Soekarno ada beberapa alasan mengapa Soekarno mau bekerjasama dengan Jepang.
  • Pertama, bahwa mereka mempunyai musuh yang sama yaitu Liberalisme, Kapitalisme, Imperialisme dan Individualisme yang merupakan semboyan dari dunia barat.
  • Kedua, ada kesempatan untuk membangkitkan kesadaran rakyat.
  • Ketiga, ada kesempatan untuk membentuk barisan persatuan yaitu dengan pembentukan PETA dan PUTERA, Keempat, ada kesempatan untuk melakukan Agitasi.
Disatu sisi Hatta berpendapat, seperti yang diungkapkan oleh Sjahrir bahwa tindakan kooperasinya atau kerjasama dengan Jepang itu lebih dikarenakan adanya Force Majeure (keadaan memaksa). Hatta selalu mengisyaratkan secara halus dalam setiap pidato-pidatonya selama pendudukan Jepang, bahwa ia sebenarnya dipaksa oleh orang-orang Jepang untuk bekerjasama. Selama masa itu, perhatiannya diabdikan kepada pekerjaan secara diam-diam untuk pergerakan (Bernhard Dahm, 1987 : 279). Alasan lain mengapa Soekarno-Hatta mau bekerja sama dengan Jepang adalah Soekarno dan Hatta percaya akan ketulusan Jepang untuk memberikan dukungan untuk kemerdekaan Indonesia, seperti propagandanya sebelum Jepang melakukan penyerangan. Padahal kita tahu bahwa kedua tokoh tersebut terkenal dengan tokoh non-kooperasi pada masa kolonial Belanda.
Tindakan kerjasama Jepang dengan golongan nasionalis didasarkan karena Jepang melihat bahwa kaum nasionalis tersebut sangat berpengaruh kepada masyarkatnya, sehingga Jepang merasa perlu untuk mengadakan kerjasama demi memudahkan pegarahan rakyat untuk kepentingan perang Jepang. Kerjasama Jepang dengan nasionalis Indonesia dituangkan dalam bentuk organisasi diantaranya adalah Gerakan Tiga A, PETA, Poetera. Dalam organisasi-organisasi bentukan Jepang, Dwitunggal Soekarno-Hatta selalu mendapat jabatan penting sebagi contoh di organisasi Poetera Soekarno dan Hatta diangkat menjadi pemimpin tertinggi selain Ki Hadjar Dewantoro dan Kyai Haji Mas Mansjur yang kemudian dikenal dengan Empat Serangkai. Pada Akhir perang Pasifik dan Memasuki awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak, Jepang mulai memberikan janji pada bangsa Indonesia berupa kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari janji yang diberikan oleh perdana menteri Jepang Kaiso Kuniaki pada tanggal 19 September 1944. Pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zunbi Coosokai oleh Jenderal Keimakici Harada. Bung Karno dan Bung Hatta duduk dalam keanggotaan BPUPKI tersebut.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI di bubarkan dan diganti dengan PPKI (Panitian Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai. PPKI diketuai oleh Ir Soekarno, wakil ketuanya adalah Moh Hatta dan penasehat Ahmad Subardjo. Tugas PPKI adalah menyusun rencana kemerdekaan Indonesia yang telah dihasilkan BPUPKI. Dalam keanggotaan dalam PPKI Bung Karno dan Bung Hatta bekerja sama dan mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang sudah ada sejak tahun 1930-an demi satu tujuan yang utama yaitu Indonesia yang merdeka.