Soekarno & Dewi |
Ada beberapa kalimat yang pernah terucap
dari bibir Bung Karno sebagai ungkapan cinta yang puitis terhadap
Hartini dan Ratna Sari Dewi.
“Tiada pernah aku melihat pengabdian
seorang istri yang lebih besar dari apa yang telah Hartini berikan
kepadaku. Karenanya bila aku mati, aku ingin di makamkan berdampingan
dengan Hartini.”
“Tiada pernah aku merasakan cinta yang
begitu besar kecuali terhadap Dewi, karenanya bila aku mati maka
kuburlah kami dalam satu lubang yang sama”
Dan apa ini sebuah takdir, karena pada
kenyataannya dua wanita inilah yang begitu dengan dengan Bung Karno
dimasa senja kekuasaannya.
Bung Karno pernah ditulis wartawan
suratkabar Amerika, sebagai pria yang gemar melirikkan mata kepada
wanita-wanita cantik. Atas tulisan tersebut, Bung Karno menyangkal
keras. “Yang benar adalah, Bung Karno menatap setiap perempuan cantik
dengan kedua bulatan matanya….” Ia mengagumi setiap bentuk keindahan. Ia
menarik nafas dalam-dalam setiap menatap hamparan pemandangan negerinya
yang molek. Ia mengagungkan asma Allah setiap melihat wanita cantik
ciptaanNya.
Terhadap wanita-wanita yang mengisi
hatinya, semua mendapat tempat yang begitu mulia di hati Sukarno. Inggit
Garnasih sebagai perempuan gigih, penyayang, dan mendukungnya sejak era
pergerakan hingga menjelang Indonesia merdeka. Fatmawati? Ia gadis 19
tahun yang ceria, saat dinikahi. Fatma pun ditaburi cinta Sukarno,
karena dia adalah penopang semangat Sukarno di awal-awal republik
berdiri.
ラトナサリデヴィスカル Ratna Saridewi Soekarno |
Hartini? Ah… dialah pembuat sayur lodeh
paling enak di lidah Bung Karno. Kesadarannya sebagai “madu”,
memposisikan Hartini menjadi seorang istri yang begitu berbakti.
Karenanya, Bung Karno membalasnya dengan luapan asmara tiada tara. Tak
heran jika dalam wasiatnya, Bung Karno ingin dimakamkan berdampingan
dengan Hartini.
Bagaimana pula dengan Naoko Nemoto? Dialah Geisha
yang begitu sempurna di mata Sukarno. Kecantikannya begitu mempesona,
sehingga tak kuasa Sukarno meredam hasrat cintanya yang berkobar-kobar.
Gadis Jepang ini lahir tahun 1940, sebagai anak perempuan ketiga seorang
pekerja bangunan di Tokyo. Ia lahir dari keluarga sederhana, sehingga
Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa
Chiyoda, sampai ia lulus sekolah lanjutan pertama pada tahun 1955.
Setahun kemudian, ia mengundurkan diri, dan menekuni profesi Geisha
Akasaka’s Copacabana yang megah, salah satu kelab malam favorit yang
sering dikunjungi para tamu asing. Ke kelab inilah Sukarno datang pada
16 Juni 1959. Bertemu Naoko, dan jatuhlah hatinya. Setelah itu, Bung
Karno masih bertemu Naoko dua kali di hotel Imperial, tempat Bung Karno
menginap, Akan tetapi, versi lain menyebutkan, pertemuan keduanya
terjadi setahun sebelumnya, di tempat yang sama.
Usai lawatan dua pekan, Bung Karno
kembali ke Jakarta. Tapi sungguh, hatinya tertinggal di Tokyo… hatinya
melekat pada gadis cantik pemilik sorot mata lembut menusuk, sungging
senyum yang lekat membekas. Seperti biasa, Bung Karno mengekspresikan
hatinya melalui surat-surat cinta. Cinta tak bertepuk sebelah tangan.
Isyarat itu ia tangkap melalui surat balasan Naoko. Tak lama, Bung Karno segera melayangkan
undangan kepada Naoko untuk berkunjung ke Indonesia. Sukarno bahkan
menemaninya dalam salah satu perjalanan wisata ke Pulau Dewata.
Benih-benih cinta makin subur bersemi di hati keduanya. Terlebih ketika
Naoko menerima pinangan Bung Karno, dan mengganti namanya dengan nama
pemberian Sukarno. Jadilah Naoko Nemoto menjadi Ratna Sari Dewi.
Orang-orang kemudian menyebutnya Dewi Soekarno.
Tanggal pernikahan keduanya, ada dua
versi. Satu sumber menyebut, keduanya menikah diam-diam pada tanggal 3
Maret 1962, bersamaan dengan peresmian penggunaan nama baru: Ratna Sari
Dewi berikut hak kewarganegaraan Indonesia. Sumber lain menyebut mereka
menikah secara resmi bulan Mei 1964. Agaknya, sumber pertamalah yang
benar, Lepas dari kapan Bung Karno menikahi
Ratna Sari Dewi, akan tetapi, cinta Bung Karno kepadanya begitu
meluap-luap. Jika ia bertestamen agar dimakamkan di sisi makam Hartini,
maka terhadap Ratna Sari Dewi, Bung Karno bertestamen agar dimakamkan
dalam satu liang.
ラトナサリデヴィスカル Dewi Soekarno |
Faktanya, Hartini dan Ratna Sari Dewi
yang begitu terlibat secara emosional pada hari terakhir kehidupan Bung
Karno. Hartini yang setia mendampingi di saat ajal menjemput. Hartini
pun tahu, dalam keadaan setengah sadar di akhir-akhir hidupnya, Bung
Karno membisikkan nama Ratna Sari Dewi. Hal itu diketahui pula oleh
Rachmawati, Rachmawati, salah satu putri Bung Karno
yang paling intens mendampingi bapaknya di akhir hayat, luluh hatinya.
Tak ada lagi rasa “tak suka” kepada Hartini maupun Ratna Sari Dewi.
Rachma sadar, ayahnya begitu mencintai Hartini dan Dewi, sama seperti
besarnya cinta Bung Karno kepada Fatmawati, ibunya.
Buah asmara Bung Karno & Dewi
adalah seorang gadis cantik yang diberinya nama Kartika Saridewi Soekarno atau yang lebih
akrab disapa Karina. Bung Karno sempat menimang bayi Kartika, meski
jalan hidupnya tak memungkinkan untuk mendampinginya tumbuh menjadi
gadis cantik, cerdas dengan jiwa sosial yang begitu tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar